Keikhlasan Imam Ibnu Ruslan dalam mengarang kitab Zubad
Imam Ibnu Ruslan menyelesaikan penulisan kitab Zubad saat beliau berada pada sebuah kapal yang berlayar dilaut lepas. Saat itu beliau bersama banyak orang. Saat orang lain tidur, makan dan minum, beliau sendirian sibuk merampungkan kitab berupa syair-syair dalam fan fikih tersebut.
Pada saat ibnu ruslan selesai menulis kitab zubad , beliau mengikatkan batu di bagian atas dan bawah kitab itu. Beliau ingin melempar kitab itu ke laut. Orang-orang saat melihat itu segera mencegahnya. Mereka merasa sayang, hasil kerja keras tulisan buah karya seorang ulama dibuang begitu saja.
Namun beliau tetap bersikukuh dengan niatnya.”Biarkanlah.” *Jika kitab karanganku ini benar-benar saya tulis ikhlas karena Allah, air laut tidak akan mampu merusaknya.* kata beliau mantap.
Imam Ibnu Ruslan yakin akan kebenaran firman Allah dalam surat Al Qashash ayat 88,
كل شيء هالك إلا وجهه
Sebagian ahli tafsir mengartikan ayat tersebut dengan, setiap apapun akan hancur binasa kecuali sesuatu yang niatnya ikhlas karena Allah.
Nyangkut pada jaring nelayan
Kaerana keikhlasan pengarangnya, ombak berhasil membawa kitab tersebut ketepi laut. Di tempat tersebut ada banyak nelayan mencari ikan. Kitab tersebut atas takdir Allah akhirnya menyangkut pada jaring salah satu nelayan.
Nelayan tersebut kemudian membawa kitab zubad tersebut serta menyerahkan nya kepada salah seorang ulama daerah tersebut. Ulama itu menerima kitab misterius tersebut dengan perasaan takjub. Akhirnya beliau membaca lembar demi lembar kitab yang zubad tersebut.
Dia kagum dengan keindahan susunan dan bobot kualitas kitab madzhab Syafi’i itu. Ulama tersebut lantas memerintahkan untuk menulis dan menyebarluaskan kitab asing tersebut. Akhirnya kitab tersebut berkat keikhlasan pengarangnya, tersebar ke seluruh penjuru dunia, termasuk di Indonesia.
Ibnu Ruslan menyitir nya dalam kitab zubad.
والله أرجو المن بالإخلاص ¤ لكي يكون موجب الخلاص
“saya berharap keberkahan karena keikhlasan, supaya menjadi sebab selamat nya kitab ini”
Seperti itulah keikhlasan ulama-ulama terdahulu. Mereka menomorsatukan keikhlasan dalam mengarang kitab. Tidak ada pikiran meraih popularitas atau keuntungan materi melalui royalti.
Ya Allah semoga Engkau selamatkan hati kami, Engkau karuniakan keikhlasan di hati setiap penulis atau penyusun ilmu-ilmu Mu yang Maha Luas, terutama ilmu Agama.